PENDAHULUAN
A.
Gambaran
Umum Perusahaan
PT. Pelayaran
Nasional Indonesia atau yang lebih dikenal dengan PT. Pelni berdiri pada
tanggal 28 April 1952 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
M2/1/2 tanggal 28 April 1952 dan Nomor A2/1/1 tanggal 19 April 1952 dengan nama
PT. Pelayaran Nasional Indonesia serta dituangkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 50 tanggal 20 Juni 1952. PT. Pelni (Persero) mengalami dua kali
perubahan status hingga saat ini. Pada tahun 1961, Pemerintah menetapkan
perubahan status dari Perusahaan Perseroan menjadi Perusahaan Negara (PN) dan
dicantumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor LN 1961.
Kemudian pada
tahun 1975, status perusahaan diubah dari Perusahaan Negara (PN) menjadi
Perseroan Terbatas (PT) sesuai dengan Akta Pendirian Nomor 31 tanggal 30
Oktober 1975. Perubahan tersebut dicantumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Nomor 562‐1976
dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 60 tanggal 27 Juni 1976 dan
Akta Perubahan Nomor 22 tanggal 4 Maret 1998 tentang Anggaran Dasar PT.
Pelayaran Nasional Indonesia yang diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia tanggal 16 April 1999 Nomor 31 tambahan Berita Negara Nomor 2203,
beserta perubahan terakhir dalam Akta Pernyataan Keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara selaku Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero)
Nomor 2 tanggal 10 Juni 2013 yang dibuat di hadapan Nanda Fauz, SH, MKn,
Notaris di Jakarta yang dimuat dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor AHU‐AH.01.10‐24392 tanggal 17 Juli 2013.
PT. Pelni
(Persero) sebagai perusahaan penyedia jasa angkutan umum (public carrier) yang
dimiliki oleh Pemerintah dituntut harus mampu memberikan pelayanan secara regular
yang menjangkau seluruh kepulauan Nusantara termasuk pelayanan rute‐rute perintis, rute remote
area, serta penanganan transportasi pengungsi akibat kasus sosio‐politik dan bencana
alam.
PT. Pelni
(Persero) sebagai perusahaan jasa angkutan laut yang dimiliki oleh Pemerintah,
dituntut untuk dapat menyediakan jasa pelayanan yang menjangkau ke seluruh
kepulauan Nusantara, meskipun secara komersial tidak menguntungkan. Sampai
akhir tahun 2014, jaringan pelayanan PT. Pelni (Persero) menjangkau hingga 95
pelabuhan sehingga dapat menjamin konektivitas dan aksesibilitas masyarakat di
wilayah Indonesia.
Dalam upaya
mempertahankan kelangsungan usaha, beberapa perbaikan internal telah dilakukan
oleh PT. Pelni (Persero) seperti memperketat pengeluaran yang disesuaikan
dengan penerimaan, pemetaan ulang trayek kapal penumpang dan kapal Ro-Ro,
efisiensi konsumsi BBM dengan melakukan penyesuaian frekuensi pada saat low
season, mengatur kecepatan kapal sampai pada putaran ekonomis serta memperkuat
pengawasan penggunaan bahan bakar minyak. Selain itu, hal lain yang dilakukan
adalah upaya pengawasan penghasilan dan docking kapal yang optimal untuk
mendukung kesiapan operasi alat produksi. Sedangkan untuk menanggulangi defisit
antara tarif yang ditentukan oleh Pemerintah dengan biaya operasi, maka PT.
Pelni (Persero) memperoleh dana public service obligation dari Pemerintah
melalui mekanisme penugasan yakni Kewajiban Pelayanan Umum. Program tersebut
membuat kondisi keuangan khususnya likuiditas perusahaan menjadi lebih baik.
B.
Latar
Belakang
Corporate
Governance menjadi suatu isu dan concern di dunia usaha atau lembaga publik
yang serius dibicarakan diseluruh dunia akhir-akhir ini. Deretan peristiwa yang
dialami dunia bisnis dan kolapsnya perekonomian suatu negara telah menjadi
pendorong penerapan “mandatory” atau secara paksa praktik corporate governance
di segala aspek. Form of Corporate Governance in Indonesia (FCGI) pada 2001
mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang
menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya
sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Arti GCG secara awam: “Mengurus
Perusahaan Secara Baik”. GCG merupakan sistem pengendalian dan pengaturan
perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak
yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari “nilai-nilai”
yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). GCG
dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam, yaitu:
Komitmen, Aturan Main, Serta Praktik Penyelenggaraan Bisnis Secara Sehat dan
Beretika. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian BUMN telah menerbitkan Surat
Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan GCG
di BUMN.
Sejak itu, PT
Pelni (Persero) langsung bergerak menyusun langkah-langkah berupa tahapan
pelaksanaan implementasi GCG dengan Tim Corporate Governance BPKP (Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembagunan) sebagai mitra kerja sekaligus sebagai
konsultan.
Sedangkan sistem
pengendalian intern menurut Mulyadi (2002) merupakan struktur organisasi,
metode dan ukuran - ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian yang keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen. Pengendalian
internal mempunyai pengaruh dalam upaya pencegahan kecurangan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pengendalian internal berpengaruh terhadap
mekanisme GCG, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Elbannan (2008)
yang hasilnya menunjukkan bahwa pengendalian internal menyebabkan corporate
governance yang kuat.
Beberapa upaya
di atas salah satu aspek terpentingnya adalah pelayanan di atas kapal. Peningkatan
pelayanan di atas kapal ini dengan cara perbaikan sarana dan pra sarana pelayanan,
salah satunya adalah makanan penumpang kapal. Sebagai bisnis yang bergerak di
sektor jasa atau layanan, bisnis kapal penumpang menyediakan beberapa fasilitas
bagi para penumpang dimana salah satunya adalah fasilitas pemberian makanan dan
minuman saat pelayaran atau yang biasa disebut permakanan penumpang.
Peraturan
mengenai hak makan bagi Anak Buah Kapal (ABK) dan Penumpang diatur pada pasal
436-438 Kitab Undang-Undang-Undang Hukum Dagang dan Pasal 13 Schepelingen
Ongevalin (S.O) 1935. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut. Anak Buah Kapal (ABK)
berhak atas tempat tinggal yang baik dan layak serta berhak atas makan yang
pantas yaitu dihidangkan dengan baik dan menu yang cukup
bervariasi setiap hari.
Ketentuan yang
menyatakan tentang permakanan penumpang ini dipertegas dalam PP Nomor 7 tahun
2000 tentang Kepelautan pasal 25, yang berbunyi Pengusaha atau
perusahaan angkutan di perairan wajib menyediakan
makanan, alat-alat pelayanan dalam jumlah yang cukup dan layak untuk setiap
pelayaran bagi setiap awak kapal di atas kapal. Makanan harus memenuhi jumlah,
serta nilai gizi dengan jumlah minimum 3.600 kalori perhari yang diperlukan
anak buah kapal (ABK) maupun penumpang.
Dari dasar itu
jelas bahwa setiap penumpang kapal wajib hukumnya di beri makanan layak. Selain
dasar hukum tersebut pemberian makanan bagi penumpang diyakini dapat
meningkatkan jumlah penumpang dengan syarat pelayanan dan mutu permakanan
sesuai dengan kualitas yang diharapkan oleh penumpang.
Kualitas makanan
dan minuman diyakini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen
dalam memilih suatu transportasi tertentu. Sebagai contoh, dalam penelitian
yang dilakukan Tabacchi dan Marshall (1998) pada penumpang pesawat terbang di
Amerika, terungkap hasil bahwa 30% responden menilai bahwa kualitas makanan
memegang peranan penting dalam mempengaruhi mereka dalam memilih maskapai
penerbangan. Ditambah lagi, 39% responden mengatakan bahwa mereka mengharapkan kualitas
makanan yang lebih baik ketika kompetisi mulai muncul di rute tertentu.
West, Wood, dan
Harger (1965, p. 54) menyatakan bahwa standar kualitas makanan, meskipun sulit untuk
didefinisikan dan tidak dapat diukur secara mekanik, masih dapat dievaluasi
lewat nilai nutrisinya, tingkat bahan yang digunakan, rasa, dan penampilan dari
produk. Meskipun begitu, ada perbedaan pendapat mengenai pengaplikasian
kriteria-kriteria tersebut pada setiap maksanan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi pendapat masing-masing orang tentang kriteria-kriteria tersebut
antara lain: usia, latar belakang budaya dan sosial ekonomi, pengalaman masa
lalu yang berkaitan dengan makanan, pendidikan dan pengetahuan ilmiah serta emosi.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
latar belakang di atas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:
a.
Untuk mengetahui sistem pengendalian
internal permakanan penumpang kapal PT Pelni (Persero).
b.
Untuk memberikan gambaran standar
operasional prosedur makanan penumpang kapal PT Pelni (Persero).
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sistem
Pengendalian Internal Permakanan Penumpang PT Pelni (Persero)
Permakanan
penumpang adalah suatu sistem pemberian/pelayanan/ dari persiapan bahan hingga
pendistribusian makanan dan minuman yang di dapat oleh pengguna jasa kapal laut
baik makanan berat ataupun ringan.
Sistem
Pengendalian Internal permakanan penumpang adalah suatu sistem usaha atau
sistem sosial yang dilakukan oleh PT Pelni yang terdiri dari Sistem wewenang
dan prosedur pencatatan, praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi
setiap unit dan karyawan yang berkualitas sesuai dengan tanggung jawab yang di
embannya.
Karena biaya
yang di keluarkan PT Pelni (persero) untuk permakanan penumpang sangat besar,
untuk tahun 2014 perusahan telah menggelontorkan uang Rp. 106.159.861.097
(seratus enam milyar seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus enam puluh
satu ribu sembilan puluh tujuh rupiah) untuk 28 kapal penumpang. Jadi rata-rata
setiap satu bulan PT Pelni mengeluarkan biaya permakanan penumpang Rp.
315.951.968 (seratus lima belas juta sembilan ratus lima puluh satu ribu
sembilan ratus enam puluh delapan rupiah) per satu kapal, maka diperlukan suatu
sistem atau cara agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang telah di
keluarkan.
Dengan sistem
pengendalian yang baik diharapkan terciptanya efektifitas kerja dan efisiensi
biaya, dan untuk mencegah terjadinya kecurangan dan penyalah gunaan wewenang
maka dibentuklah sistem pengendalian internal permakanan penumpang kapal pelni.
Dengan di bentuknya sistem ini maka dibentuk pula suatu struktur dan standar
operasi prosedur untuk setiap alur kerja setiap bagian.
1) Struktur organisasi
2) Uraian Tugas dan Fungsi
(1)
Nakhoda kapal ialah seseorang yang sudah
menanda tangani Perjanjian Kerja Laut (PKL) dengan Pengusaha Kapal dimana
dinyatakan sebagai Nakhoda, serta memenuhi syarat sebagai Nakhoda dalam arti
untuk memimpin kapal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Mualim adalah kepala dari dinas deck
(geladak) dan pula membantu nahkoda dalam hal mengatur pelayanan di kapal jika
kapal tidak punya seorang penata usaha atau jenang kapal.
(3)
Masinis atau Chief Engineer (C/E) adalah
jabatan di departemen mesin, dia melaporkan ke Master/Nahkoda kegiatan
sehari-hari yang berhubungan dengan permesinan dan teknikal yang lain (kegiatan
teknis)
(4)
Jenang atau kepala Juru masak/cook
bertanggung jawab atas segala makanan, baik itu memasak, pengaturan menu
makanan, dan persediaan makanan sampai dengan pengadministrasian permakanan.
(5)
Markonis/Radio Officer/Spark bertugas
sebagai operator radio/komunikasi serta bertanggung jawab menjaga keselamatan
kapal dari marabahaya baik itu yg di timbulkan dari alam seperti badai, ada
kapal tenggelam, dll
B.
Standar Operasional Prosedur
Permakanan Penumpang PT Pelni (Persero)
Standar
Operasional Prosedur atau di sebut juga SOP adalah dokumen tertulis yang memuat
prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan sistematis. SOP memuat
serangkaian instruksi secara tertulis tentang kegiatan rutin atau
berulang-ulang yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Untuk itu SOP juga
dilengkapi dengan referensi, lampiran, formulir, diagram dan alur kerja (flow
chart ). Standar operasional prosedur sering juga disebut sebagai manual
standar operasional prosedur yang digunakan sebagai pedoman
untuk mengarahkan dan mengevaluasi suatu pekerjaan (Aries, 2007).
Standard
Operating Prosedure (SOP) adalah cara atau teknik yang diterapkan sebagai cara
yang benar untuk kegiatan sehari – hari dalam proses penyelenggaraan makanan
yang meliputi :pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur dan unit kerja (Aries,
2007).
1) Working Capital (Modal
kerja permakanan penumpang)
Untuk perlakuan
penambahan modal kerja makan penumpang berbeda dengan permintaan tambahan kas
pada umumnya. Di sini peran jenang dan PUK diharapkan dapat
bersinergi/bekerjasama dengan baik. Sebelum pengajuan permintaan penambahan
modal kerja penumpang jenang diharuskan melakukan forecasting jumlah penumpang
baik menggunakan metode kuntitatif atupun metode kualitatif karena dari metode
teknik analisis itu dapat di capai ketepatan permintaan modal kerja sehingga
modal kerja mampu diserap secara maximal.
Proses
forecast/peramalan/pemrediksian terhadap jumalah penumpang diatas kapal harus
berbanding lurus dengan perbelanjaan yang akan dilakukan hal ini dilakukan
dengan pendekatan casual (sebab-akibat). Dalam pelaksana penambahan modal
kerja/uang permakanan penumpang, ABK, Band dan VA, jenang terlebih dahulu
berkordinasi dengan PUK untuk menentukan estimasi tambahan modal kerja yang
akan di ajukan pada departement/divisi pelayanan jasa. departement/divisi
pelayanan jasa dengan metode verifikasi yang telah di tentukan memberi
persetujuan atau revisi terhadap pengajuan yang di terima dari atas kapal, jika
permintaan penambahan modal tersebut di setujui maka surat persetujuan yang
telah diotorisasi dikirim kembali ke kapal surat persetujuan itu berupa Surat
Persetujuan Modal Kerja (SPMK) yang akan diterima PUK, dari dasar Surat
Persetujuan Modal Kerja (SPMK) itu pula Cabang/homebase melakukan penyerahan
uang sesuai nominal tertera kemudian PUK melakukan pengambilan uang pada cabang
homebase/cabang sesuai Surat Persetujuan Modal Kerja (SPMK).
Setelah uang di
terima PUK maka cabang hombese/cabang terkait dalam hal ini petugas keuangan
cabang menerbitkan CBV (Cash/Bank Voucher) sebagai bukti cabang mengeluarkan
kas cabang untuk kas kapal kemudian PUK mengisi buku kas kapal sesuai nominal
diterima dan dibuktikan dengan PUK membuat BPU (Bukti Penerimaan Uang) yang di
beri paraf/sign petugas terkait dalam hal ini PUK dan di sahkan oleh nahkoda.
2) Purchase control
(kontrol pembelian)
Dalam prosesnya
perbelanjaan makan penumpang dasar perolehanya adalah melalui foercast jenang
dalam menentukan prediksi penumpang dalam 1-2 voy. Hasil dari forecast/peramalan
jenang lebih merupakan pernyataan atau penilaian yang dikuantifisir terhadap
kondisi voy-voy kedepan mengenai jumlah penumpang sebagai proyeksi dari proses
teknis di main kitchen/dapur utama untuk mempersiapkan kuntitas/jumlah makan
yang akan disiapkan dalam jangka waktu tertentu.
Meskipun demikian hasil perkiraan yang
diperoleh mungkin saja tidak sama dengan rencana namun hasil dari suatu forecast/peramalan
tersebut akan dikonversikan dan menjadi dasar dengan memperhitungkan jumlah
penumpang dan jumlah stok bahan baku/raw material yang ada. Dalam realisasinya
jenang dalam mendapatkan bahan baku memiliki dua cara yaitu yang pertama dengan
cara direct puchase dan stock request.
Penggunaan
sistem stock atau inventori memungkinkan kapal menyimpan bahan baku sesuai
kaidah persediaan. Sistem control permakanan di kapal memunculkan 2 bagian
kerja yang masing-masing memiliki tugas dan wewenang masing-masing, yang
pertama adalah kitchen/dapur, dan yang ke dua adalah cost control
(receiving/bagian penerimaan, store keeper/bagian persedian). Sistem permakanan
dimulai dari purchase/pembelian persediaan, pengambilan persediaan oleh
kitchen/jenang, hingga inventori akhir persediaan.
a.
Purchas
Material (Pembelian Bahan Stok)
Proses
purchase/pembelian dimulai dari request jenang yang di otorisasi oleh nahkoda,
kemudian dokumen purchase request/permintaan pembelian ini di followup oleh PUK
untuk di buatkan purchase order/pesanan pembelian yang akan di kirim kepada
suplier/vendor/penjual dari purchase order (PO) tersebut akan ditindak lanjuti
oleh pihak suplier/vendor/penjual dengan penyediaan barang yang di pesan sesuai
daftar, quantity, dan quality. Setelah barang di kirim akan di terima oleh
receiving clark/petugas penerima dengan mengecek antara purchase order dengan
nota (apakah barang, jumlah/quantity, dan kualitas sesuai dengan pesanan) jika
barang tidak sesuai dengan pesanan maka receiving clark/petugas penerima berhak
menolak dan atau meretur barang pesanan tersebut, namun jika barang telah
sesuai maka receiving clark/petugas menerima menandatangani nota/tanda
terima/invoice menandakan bahwa barang/raw material tersebut telah diterima dan
telah sesuai dengan pesanan. setelah proses tersebut selesai receiving
clark/petugas penerima membuat dokumen receiving report (RR) sesuai dengan
barang, jumlah/quantity dan harga, kemudian dokumen receiving report (RR)
beserta barang di kirim kepada store kepeer/petugas gudang. store
kepeer/petugas gudang menerima barang, dan menandatangani dokumen receiving
report (RR) tersebut dan itu berarti barang telah masuk gudang dan masuk
inventory petugas gudang. Setelah itu dokumen receiving report (RR),
nota/invoice/faktur/kwitansi yang telah di tendatangani receiving clark,
purchase order (PO), di kirim kepada PUK untuk diverivikasi dan PUK membuat
Cash Bank/Voucher (CBV) kemudian melakukan pembayaran kepada
suplier/vendor/penjual.
Hasil dokumen di
atas di bagi menjadi 2 (dua) bagian yang mana receiving report (RR), Purchase
Order (PO), dan hasil inventori stok di kirim ke div. Peljas untuk di lakukan
verifikasi. Yang kedua Cash Bank/Voucher (CBV), nota/invoice/faktur/kwitansi di
kirim ke div.akuntansi untuk di lakukan penginputan biaya/cost.
Purchase
Material (Pembelian Bahan)
b.
Direct
Purchase (Pembelian Bahan Secara Langsung)
Direct purchase
atau pembelian bahan secara langsung di maksudkan karena adanya kekurangan
pembelian bahan, maka jenang selaku petugas permakanan di atas kapal dapat
melakukan pembelian langsung tanpa melalui purchasing inventori. Bahan-bahan
yang di beli hendaknya nilainya tidak material atau melebihi aturan yang telah
di berlakukan.
Direct
Purchase (Pembelian Bahan Secara Langsung)
3) Store
request (Permintaan Barang Dari Gudang)
Gudang persediaan
(gandrum) adalah tempat menyimpan seluruh persediaan bahan baku yang dibutuhkan
oleh jenang sebagai petugas permakanan di atas kapal. Petugas yang memimpin
atau melakukan penataan dan pengadministrasian di gudang adalah store keeper
atau petugas gudang. Petugas gudang harus selalu menjalin komunikasi kepada bagian
purchasing apabila barang (Stock items) sudah habis atau mendekati angka
minimum persediaan (minimum stock). Pada saat jenang akan melakukan pengambilan
bahan harus melakukan administrasi pergudangan dengan melampirkan store
request/permintaan barang ke gudang.
Store request
(Permintaan Barang Dari Gudang)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
makalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Sistem permakanan Penumpang kapal PT
Pelni (persero) telah memenuhi kaidah sistem pengendalian internal yaitu adanya
lingkungan pengendalian, prosedur pengendalian dan pengawasan.
2.
Tidak adanya sistem informasi teknologi
yang ada diatas kapal sehingga menyulitkan dalam pengkontrolan secara IT.
3.
Masih dimungkinkannya direct purchas
membuka peluang untuk pembelian fiktif.
B. Saran
Dengan sistem
permakanan yang ada saat ini sangat tergantung/ditentukan pada
kemampuan/keahlian SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada di atas kapal sehingga
sistem ini sangat rawan terjadi kecurangan. Ada dua pilihan perbaikan yang
harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya frud/kecurangan, yang pertama
pengadaan satu sistem IT di atas kapal yang terintegrasi dengan sistem IT di
darat/kantor pusat agar kontrol permakanan dapat secara on line. Yang ke dua
mengganti sistem yang ada/existing sekarang dengan satu sistem yang baru
seperti kerjasama dengan satu penyedia makanan penumpang seperti
(aerowisata/restka) untuk penyediaan makanan cepat saji diatas kapal, sehingga
kontrol makanan penumpang sesuai dengan tiket yang terjual.
0 komentar:
Posting Komentar